Jakarta (KATAFAKTA) – Setiap tahun berdasarkan data Kemenkes RI jumlah perokok perempuan terus meningkat terutama dikalangan remaja hingga perempuan dewasa, hal ini jelas sangat mengkhawatirkan.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Umum Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) Yanti Heru mengatakan, tentunya WITT mempunyai program jangka panjang dan jangka pendek.
“Berhubung saya baru dilantik, jadi kita belum konsolidasi karena baru ramadhan kemudian baru libur panjang. Jadi kita belum untuk Rakernasnya untuk membahas program-program WITT itu sendiri,” ucapnya kepada wartawan usai menghadiri pembukaan Muktamar IPEMI dibilangan Kuningan, Jakarta, Senin (5/5/2025).
Kehadiran dirinya di acara Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI), tentunya WITT bersahabat baik dan saling support karena WITT bergerak di kaum perempuan/wanita juga.
“IPEMI yang membawahi pengusaha muslimah Indonesia juga merupakan bagian dari WITT, sebab anggota kita juga ada disini (IPEMI) dan anggota IPEMI juga ada di kita (WITT),” jelas Yanti.
Keberadaan WITT tetap konsennya yakni memberikan edukasi. “Kita bukan anti rokok, tetapi memberikan edukasi bagaimana bahaya merokok itu sendiri.
WITT fokus menyasar kepada generasi muda, apalagi menjelang tahun emas ini WITT ingin generasi muda itu menjadi generasi yang sehat yang melihat kedepan, yakni yang terpenting adalah kesehatan.
“WITT sendiri konsen dibidang kesehatan. Nah kita lebih banyak pengarahan-pengarahan, pengetahuan maupun edukasinya tentang bahaya merokok. Kitapun sudah kerjasama dengan BNN. Apalagi merokok adalah pintu pertama untuk menuju narkoba, jadi untuk Indonesia Gemilang dan emas itu berada di tangan generasi muda,” ujarnya.
Selama ini katanya, WITT juga sudah bekerjasama dengan Kementerian PPA. Pihak Kementerian juga sering membantu berupa fasilitas-fasilitas edukasi.
Perjuangan WITT menurutnya, tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan. Seperti salah satunya WITT menghimbau tidak ada penjual/menjual rokok dengan jarak 5 kilometer dari sekolah.
“Kita perjuangkan yang terakhir beberapa tahun yang lalu yakni peraturan terkait kawasan bebas merokok. Sebab, kembali ke budaya itu sendiri yakni kemasyarakatnya itu sendiri. Budaya malu, budaya disiplin kembali kepada mereka itu sendiri. Pemerintah mungkin bisa mencanangkan tetapi perlu juga ada petugas dilapangan yang ngontrol,” harapnya.
Tak dipungkiri, untuk rokok itu sendiri cukainya sangat besar, kemudian pajaknya untuk pemerintah juga sangat besar dan itu bukan masalah yang tabu lagi.”Disitulah tantangan buat kami dan kami tetap berjuang,” tutupnya. (IDR)