Ema Sumarna Klaim Uang Senilai 332 Juta yang Disita KPK Milik Pribadi dan Bukan Terkait Kasus Suap

Ema Sumarna, KPK, uang disita, milik pribadi, kasus suap, Bandung Smart City, proyek, penyidikan, pengadilan, OTT KPK, jaksa, saksi, pernyataan, operasi tangkap tangan, rumah dinas, asal dana, honorarium, kendaraan pribadi, Dinas Perhubungan Kota Bandung, praperadilan, tiga terdakwa, suap proyek, CCTV, jaringan internet, penyidik, fakta persidangan

BANDUNG , KATAFAKTA.COM — Pelaksana Harian (Plh) Wali Kota Bandung, Ema Sumarna, menjelaskan bahwa uang sekitar Rp322 juta lebih, yang diambil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumahnya, merupakan miliknya pribadi.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ema saat menjawab pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengenai asal dana tersebut, dalam lanjutan persidangan kasus suap pada proyek Bandung Smart City di Pengadilan Tipikor Bandung pada Rabu.

Bacaan Lainnya

Tim Jaksa KPK awalnya menanyakan kepada Ema Sumarna mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Yana Mulyana, yang kemudian mempertanyakan apakah kediaman Ema juga diperiksa dan ada temuan uang sejumlah Rp322 juta lebih dalam tas Tumi dan koper.

“Ema menjelaskan bahwa di rumah tinggalnya tidak ditemukan apapun. Di rumah dinasnya, pernah diperiksa pada tanggal 18 April 2023, dan ada sejumlah barang yang diambil yang kemudian diperiksa. Saya tidak tahu pasti jumlahnya. Jumlah yang disebutkan oleh jaksa mungkin ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP),” ucap Ema.

Ketika ditanya oleh jaksa mengenai asal uang tersebut, Ema menjelaskan bahwa uang tersebut adalah miliknya pribadi, hasil dari penjualan kendaraan pribadinya, serta honorarium jabatannya sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung yang diterima selain secara definitif.

“Saya menjual kendaraan pribadi, yaitu mobil Jazz saya. Selain itu, saya juga menerima honorarium dari LPTQ (Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran), KPKB (Koperasi Pegawai Kota Bandung), serta honorarium dari pembinaan BUMD,” kata Ema menjelaskan.

Ema juga menegaskan bahwa ia tidak pernah menerima dana dari Dinas Perhubungan Kota Bandung, baik ketika dipimpin oleh Ricky Gustiadi maupun Dadang Darmawan.

“Saya tidak pernah menerima dana pemberian apapun,” tegas Ema.

Ketika kemudian majelis hakim bertanya apakah uang tersebut terkait dengan kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK terhadap Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana, Ema Sumarna dengan tegas menampiknya.

“Tidak ada kaitan yang mulia,” ujar Ema.

“Lalu mengapa Anda tidak keberatan ketika uang diambil jika tidak berkaitan? Bagaimana situasinya sekarang?” tanya majelis hakim.

“Saat pemeriksaan oleh KPK, saya merasa sulit untuk bersikap. Saat ini, saya hanya bisa menunggu,” ucap Ema.

“Mengingat jika memang tidak terkait, mengapa Anda tidak mengajukan praperadilan? Itu kan hak Anda. Baiklah,” kata majelis hakim.

Berdasarkan keterangan ini, JPU KPK Tony Indra menyatakan bahwa pihaknya akan menyampaikan fakta persidangan hari ini kepada penyidik KPK.

“Terjadi perbedaan pernyataan dengan saksi sebelumnya. Kami akan menyampaikan fakta persidangan hari ini kepada penyidik dan pimpinan,” ucapnya.

Ema Sumarna, bersama dengan Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa (PPBJ) pada Dishub Kota Bandung, Hari Hartawan, serta Yudi Cahyadi yang merupakan Ketua Komisi C DPRD Kota Bandung dari PKS, menjadi saksi dalam sidang lanjutan tiga terdakwa pihak swasta yang dituduh menyuap pejabat di Kota Bandung terkait proyek Bandung Smart City tahun 2022 untuk pengadaan CCTV dan jaringan internet. Suap tersebut sebesar Rp888 juta dan juga melibatkan memfasilitasi sejumlah pejabat Pemkot Bandung untuk perjalanan ke Bangkok, Thailand.

Tiga terdakwa yang disidang adalah Direktur Utama PT CIFO, Sony Setiadi, Manager PT Sarana Mitra Adiguna (SMA), Andreas Guntoro, dan Direktur PT Sarana Mitra Adiguna (SMA), Benny.

Tersangka Sony didakwa dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara Benny dan Andreas didakwa dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. ( Sumber : Antaranews )

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *