Merek Yang Dikeluarkan DJKI Sebagai Hak Intelektual, Malah Jadi Masalah Berkepanjangan

  • Bagikan

Jakarta, KATAFAKTA.COM – Pengusaha baja ringan, Tedi Hartono, yang dikenal selaku produsen dan penjualan produk baja ringan merek Kasolun, Kasomex, Trasso, dan Sanplus, kini sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Tedi selaku Direktur PT. Sarana Cahaya Makmur saat ditemui di PN Jakpus bahwa sebelumnya diakui dirinya menjual produk berkualitas dengan harga lebih murah dibandingkan dengan kompetitor penjual produk yang sama, yakni PT. Tatalogam Lestari. Dari sinilah permasalahan dimulai, hingga dirinya sampai membatalkan merek ‘Kaso’.

“Sebenarnya, niat saya membatalkan merek ‘Kaso’ bukan untuk pribadi. Gugatan ini menjadi semacam warisan. ‘Kaso’ itu kata umum, seperti kata ‘Martabak.’ Martabak adalah nama makanan, tapi kalau didaftarkan sebagai merek, pasti orang-orang akan komplain,” ujar Tedi Hartono yang juga pemilik produk Kasomex dan Kasolun kepada awak media, Kamis (12/9/2024).

Tedi Hartono menjelaskan bahwa istilah “Kaso” sudah lama digunakan di kalangan industri baja dan konstruksi sebagai istilah umum untuk menyebut rangka atau batang baja. Dia berpendapat bahwa mendaftarkan kata umum sebagai merek adalah tindakan yang dapat memonopoli bahasa sehari-hari dan berpotensi merugikan banyak pelaku usaha lainnya.

“Jika kata-kata umum seperti ‘Kaso’ bisa didaftarkan sebagai merek, itu berarti banyak istilah lain yang bisa diklaim, dan pada akhirnya menghambat kreativitas serta kebebasan berbisnis,” tambahnya.

PT. Tatalogam, yang merasa tersaingi dengan keberadaan produk Tedi yang dianggap memiliki kualitas sebanding namun lebih terjangkau, melayangkan gugatan hukum kepada Tedi. Mereka menuduh Tedi melakukan pelanggaran merek dagang dengan ‘memiripkan’ nama produk yang dapat membingungkan konsumen.

Dalam laporannya, Tatalogam menyatakan bahwa merek Kasolun dan Kasomex yang dijual Tedi terlalu mirip dengan produk unggulan mereka. Alhasil, Tedi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Namun, meski Tedi kini tengah menghadapi proses hukum, terdapat spekulasi bahwa pihak pelapor tidak memiliki kuasa penuh untuk memenangkan kasus ini. Banyak pihak menilai bahwa merek yang digunakan Tedi, seperti Kasolun dan Kasomex, cukup berbeda untuk diakui sebagai merek dagang yang sah.

“Saya tetap yakin bahwa produk-produknya tidak melanggar aturan dan akan terus memperjuangkan haknya di pengadilan,” imbuhnya.

Ditempat yang sama, Teddy Anggoro selaku Kuasa Hukum Tedi Hartono menambahkan, pihaknya merasa kecewa terhadap Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) yang tidak hadir dalam beberapa kali persidangan terkait gugatan merek “Taso”.

Menurutnya, ketidakhadiran DJKI menghambat upaya kliennya untuk mencari keadilan dalam perseteruan merek dengan perusahaan besar.

“Pendaftar merek, dalam hal ini pak Tedi, menjadi kewalahan mencari keadilan. Sampai saat ini, DJKI tidak hadir di persidangan, sehingga kami harus memperjuangkan haknya sendiri. Padahal DJKI sendiri yang sudah menerbitkan hak berupa sertifikat kepada klien saya (Tedi Hartono),” ujar Teddy Anggoro dalam pernyataannya.

Seperti diketahui, kasus yang sedang berjalan ini melibatkan pertikaian antara merek besar “Taso” dan merek “Trasso”, yang dimiliki oleh kliennya, Tedi Hartono.

Menurutnya, merek “Taso”, yang dimiliki oleh perusahaan besar, secara tidak adil mengganggu eksistensi perusahaan kecil seperti “Trasso.” Dia menegaskan bahwa persaingan seharusnya terjadi di pasar, bukan melalui gugatan hukum.

“Harusnya mereka fight aja di pasar, bukan dengan ‘menyerang’ melalui jalur hukum,” tegas Anggoro.

Ia juga berharap bahwa pengadilan bisa melihat fakta-fakta yang jelas menunjukkan bahwa merek “Taso” tidak memiliki dasar kuat untuk mengajukan gugatan terhadap “Trasso”. Dan sebaliknya, pihaknyapun sudah melayangkan gugatan ke pihak PT. Tatalogam dan juga DJKI.

“Harapan kami, gugatan “Taso” ini bisa ditolak oleh pengadilan,” tambahnya.

Terkait aspek hukum, Anggoro juga menjelaskan bahwa kasus pidana ini bisa berjalan hanya jika perkara perdata terbukti.

“Jika sidang perdata ini menunjukkan kebenaran yang kami sampaikan, kami berharap hakim dapat menegakkan keadilan,” tegasnya.

Kasus ini menyoroti persaingan ketat di industri baja, di mana pemain besar seperti PT. Tatalogam merasa terancam dengan inovasi dan harga kompetitif yang ditawarkan oleh pengusaha seperti Tedi.

Sebagai informasi, pengacara Tedi Hartono, mengungkapkan bahwa kasus ini sudah empat kali melalui sidang pembuktian di pengadilan dan anehnya, pihak DJKI tidak pernah hadir di persidangan saat kliennya bersidang, sementara bila pihak PT. Tatalogam bersidang, pihak DJKI hadir.

“Ini aneh, setiap kami sidang dan pihak DJKI selaku tergugat tidak pernah hadir, tapi sebaliknya bila pihak Tatalogam. Kamipun sudah mengirimkan surat kepihak DJKI, tapi tetap tidak hadir. Ada apa dengan DJKI?. Hingga saat ini kami telah menghadapi empat kali sidang pembuktian secara offline setelah sebelumnya menjalani beberapa sidang online,” ujarnya. (IDR)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *