Pemkot Palembang Kirim Utusan Tanpa Surat Kuasa, DPRD Sumsel Kecewa

  • Bagikan

PALEMBANG, KATAFAKTA.COM – Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menggelar rapat mediasi tentang sengketa Pulau Kemaro turut mengundang para pihak yang bersengketa terkait kepemilikan tanah di Pulau Kemaro, Rabu (2/6/2021).

Diwarnai kekecewaan anggota Komisi I DPRD Sumsel lantaran Walikota Palembang Harnojoyo hanya mewakilkan kepada perwakilannya dari BPKAD kota Palembang dan sejumlah staf dari Dinas lain di Pemkot Palembang.

Tak hanya itu, parahnya lagi perwakilan dari Pemkot Palembang ini tidak membawa surat kuasa atau surat tugas dari Walikota Palembang untuk hadir dalam rapat tersebut.

Kegiatan rapat tersebut di pimpin oleh Ketua Komisi I DPRD Sumsel Antoni Yuzar didampingi Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel Mgs Syaiful Padli, Kakanwil BPN Sumsel Drs Pelopor M.Eng Sc, Kepala BPN Kota Palembang Norman Subowo dan juru bicara zuriat Kiai Merogan, Dedek Chaniago.

“Seharusnya siapapun boleh, ini rapat penting yang hadir disini harus membawa surat mewakili Walikota, kalau tidak bawa surat kita punya kewenangan, kalau tidak punya kewenangan, tidak bawa surat terus kita mau apa disini, karena tidak bawa surat khan, kita tahunya dari mana kalau saudara yang diutus kesini,” ujar Komisi I DPRD Sumsel H Juanda Hanafiah.

Juanda mengatakan, menurutnya yang datang ke DPRD Sumsel yang memiliki kewenangan, dia meminta agar Pemkot Palembang menghargai DPRD Sumsel dan juga harus menghargai yang hadir disini.

“Kalau saya, kita lebih baik tidak usah di dengar dari Pemkot Palembang, karena kalau kita dengar juga tidak bisa kita pegang, tidak ada landasan apa yang mereka sampaikan dasarnya apa, atau yang bersangkutan dia minta kontak dulu ke Pemkot agar resmi jadi perwakilan, ini tidak sah menurut saya,” ucapnya.

Senada, Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel Mgs Syaiful Padli ngungkapkan, pihaknya menilai bahwa Pemkot Palembang tidak ada itikat baik, harusnya sekelas Kepala Kanwil BPN Sumsel, Kepala BPN Kota Palembang , termasuk semua anggota Komisi I DPRD hadir rapat ini karena menghormati rapat ini.

“Saya kira bapak dari BPKAD, kalau hanya ingin menyampaikan surat , sanggahan ini bukan forumnya, bapak ketemu di pengadilan tapi zuriat sudah beritikat baik, mereka tidak meminta ganti rugi, tolong sampaikan ke Walikota, mereka ingin mencari solusi dan kita di lembaga ini memfasilitasi sehingga ada solusi terbaik kedepan, saya mohon izin ketua dari Pemkot Palembang tidak usah dikasih kesempatan bicara, karena kapasitasnya mohon maaf harus sekelas Sekda yang hadir di forum ini,” terangnya.

Ditempat yang sama, Anggota Komisi I DPRD Sumsel Ahmad Firdaus mengnuturkan, pihaknya sangat menyayangkan perwakilan Pemkot Palembang tidak membawa surat tugas sehingga tidak ada kewenangan menghadiri rapat ini.

“Tidak ada persoalan yang tidak bisa kita selesaikan, percayalah itu,” sesalnya.

Sedangkan, Ketua Komisi I DPRD Sumsel Antoni Yuzar akhirnya memutuskan tidak memberikan kesempatan perwakilan Pemkot Palembang berbicara dalam rapat tersebut dan hanya menerima berkas dari perwakilan Pemkot Palembang.

Antoni menegaskan, waktu dirinya menjadi anggota DPRD Kota Palembang dirinya sempat menentang pembangunan Bungalow di Pulau Kemaro.

“Tapi apa daya saya waktu itu di Komisi I juga,” kata politisi PKB.

Ketua Komisi 1 DPRD Sumsel, H Antoni Yuzar memaklumi ketidakhadiran pihak Pemkot Palembang yang memiliki kewenangan menghadiri rapat ini.

“Barangkali mereka sibuk, maka akan kami layangkan undangan lagi. Kalau tidak bisa Walikota minimal Sekda yang bisa hadir. Tapi minimal yang diutus pihak yang berkompeten, biar kita bisa menyelesaikan permasalahan Pulau Kemaro secara tuntas. Kalau dibilang kecewa yang pasti kami kecewa,” kata Antoni, usai rapat mediasi.

Lebih jauh, Antoni menegaskan, Komisi 1 DPRD Sumsel hanya menjalankan tupoksinya sebagai penengah dalam permasalahan ini. Terlebih, Pulau Kemaro merupakan aset berharga tak hanya bagi Kota Palembang namun juga Sumsel.

“Harapan kami ke depan jangan lagu kita bicara hak disini, tetapi mari kita sama-sama dukung pembangunan Pulau Kemaro untuk kemaslahatan bersama. Kami juga mengingatkan Pemkot Palembang dalam pembangunannya jangan sampai mengorbankan rakyat,” kata Antoni.

Sementara, juru bicara zuriat Kyai Merogan, Dedek Chaniago menegaskan pihaknya siap dan bersedia untuk mewakafkan tanah Pulau Kemaro asalkan dimanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat dan dengan tidak meninggalkan budaya dan adat istiadat ketimuran, terutama yang sesuai dengan ajaran dan syariat agam islam.

“Harusnya Pemkot Palembang bisa lebih serius dalam menyikapi permasalahan ini. Karena dalam beberapa kali pengambilan kebijakan terkait Pulau Kemaro sama sekali tidak melibatkan kami selaku pemilik sebagian tanah di Pulau Kemaro seluas lebih kurang 80 hektar. Terlebih yang mengundang ini lembaga resmi DPRD Sumsel tapi tak juga dihormati karena hanya mengutus yang tak berkompeten,” katanya.

Sementara itu, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Fauwaz Diradja mengatakan, pihaknya meminta kepada Pemkot Palembang agar mengedepankan kearifan budaya lokal dalam membangun.

“Kami senantiasa akan mendukung pembangunan di Kota Palembang sesuai dengan visi Palembang Darussalam. Dengan menghidupkan budaya dan tradisi-tradisi seperti di masa Kesultanan Palembang Darussalam, bukan pembangunan yang hanya berorientasi pada kepentingan bisnis dan kemauan investor semata,” kata SMB IV

Perwakilan BPKAD kota Palembang yang hadir pada mediasi tersebut memilih tak berkomentar. Pasalnya, mereka tidak diberikan kapasitas berbicara dalam mediasi ini.

“Mohon maaf langsung konfirmasi ke Pemkot saja ya, kami disini cuma diminta untuk menyerahkan data-data yang dibutuhkan,” elak perwakilan BPKAD yang menolak menyebut namanya.

Sedangkan, Kakanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumsel, Drs Pelopor menegaskan, hingga kini terkait permohonan hak dari Pemkot Palembang terhadap sebidang tanah seluas 26 hektar di bagian timur agar ke selatan Pulau Kemaro belum bisa diselesaikan.

“Karena ada sebagian batas di Barat Laut yang belum bisa dilakukan pengukuran. Termasuk adanya sanggahan dari zuriat Kyai Merogan atas kepemilikan tanah disana,” kata Pelopor.

Pelopor mengungkapkan, artinya produk tersebut belum dapat kami serahkan karena dalam tahap pengukuran di lapangan adanya sanggahan dari sejumlah pihak di bagian selatan agak ke Barat Laut.

“Artinya, sampai kini terhadap permohonan tersbut sampai kini masih terhenti karena adanya sanggahan beberapa pihak,” tuturnya.

Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Pulau Kemaro (AMPPK), Vebri Al Lintani menjabarkan, pihaknya menilai kebijakan Pemkot Palembang tentang pulau Kemaro yang memaksakan konsep yang tidak berbasis sejarah dan kebudayaan Palembang Darussalam bertentangan dengan jargon ‘Palembang Emas Darussalam’.

Menurutnya, sudah jelas dan nyata bahwa pulau kemaro adalah pulau yang penuh sengketa.

Oleh karena itu, Aliansi Masyarakat Peduli Pulau Kemaro (AMPPK) menolak kebijakan Pemkot Palembang yang akan mengembangkan pulau Kemaro sebagai prioritas pengembangan destinasi wisata yang mirip Taman Wisata Ancol dengan memunculkan keluhuran identitas Sriwijaya.

“Kami mendesak Pemerintah Kota Palembang untuk tidak melanjutkan pembangunan infra struktur dan kegiatan dalam bentuk apapun yang mendukung rencana pengembangan, destinasi tersebut di pulau Kemaro sebelum persoalan sengketa sejarah, budaya, dan pemlilikan lahan selesai,” imbuhnya.

Lalu, memohon kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi dan Kreatif dan seluruh para calon investor pengembangan pulau Kemaro agar menolak usulan Pemkot Palembang dalam membangun destinasi wisata yang tidak berdasarkan kebenaran sejarah, kebudayaan dan dalam keadaan sengketa kepemilikan tanah.

“Kami memohon kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, melalui Dirjen Kebudayaan agar segera mengeksekusi kajian sejarah terkait dengan cagar budaya Kesultanan Palembang Darussalam di pulau Kemaro,” jelasnya.

Perwakilan warga Pulau Kemaro, Suparman Romans dan kuasa hukumnya Misnan Hartono SH mengatakan, kalau pembangunan Pemkot Palembang di Pulau Kemaro sudah masuk areal persawahan milik warga di Pulau Kemaro dan sudah sudah terbangun dua villa sehingga sudah mengganggu warga Pulau Kemaro dan sudah menyangkut nafkah warga.

Suparman menjelaskan, pihaknya juga sudah melakukan somasi kepada Pemkot Palembang agar jangan meneruskan pembangunan lantaran lahan warga Pulau Kemaro terdampak akibat pembangunan tersebut dan pihaknya berharap ada win-win solution dalam permasalahan ini.

“Ternyata Pemohon (Pemkot Palembang_Red) baru mengajukan pengukuran, kami menilai ini belum memiliki hak tapi secara fisik dan administrasi kami punya, selama 62 tahun tidak ada gugatan pihak manapun terhadap lahan yang kami garap secara turun menurun,” bebernya. Suparman.

Suparman menambahkan, kalau Pemkot Palembang tetap ingin melanjutkan pembangunan di Pulau Kemaro, dirinya tidak ingin terjadinya bentrok di Pulau Kemaro.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua TKPSP/Zuriat Kapiten Bongsu, Ir Ahmad Dailami dan perwakilan Forwida Sumsel Kemas Ari Panji menyerahkan hasil kajian mereka tentang sengketa Pulau Kemaro kepada Ketua Komisi I DPRD Sumsel Antoni Yuzar.(*).

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *