JAKARTA, KATAFAKTA.COM – Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia (Kemenkumham RI) memberikan Remisi Khusus (RK) kepada 1.078 dari 2.069 narapidana (napi) Buddha di seluruh Indonesia pada Hari Raya Waisak Tahun 2021 yang diperingati, Rabu (26/05/2021).
“Dari 1.078 penerima RK Waisak, 1.066 napi menerima RK I atau pengurangan sebagian dengan rincian 145 orang menerima remisi 15 hari, 587 napi mendapat remisi 1 bulan, 206 napi memperoleh remisi 1 bulan 15 hari, dan 2 bulan remisi untuk 128 napi. Untuk 12 orang menerima RK II atau langsung bebas usai menerima remisi,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Pemasyarakatan, Reynhard Silitonga.
Reynhard Silitonga menegaskan, bahwa 12 napi yang dibebaskan tersebut, karena telah memenuhi persyaratan administratif dan substantif, seperti telah menjalani pidana minimal 6 bulan, tidak terdaftar pada register F, serta turut aktif mengikuti program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lp) atau Rumah Tahanan Negara (Rutan).
“Kami juga memastikan di tengah pandemi COVID-19 ini, ada hak-hak narapidana, seperti pemberian remisi, asimilasi dan integrasi, layanan kunjungan online, layanan kesehatan, dan lain-lain, masih tetap dilayani,” ucapnya.
Reynhard Silitonga menjabarkan, pemberian remisi ini merupakan wujud negara hadir untuk memberikan perhatian dan penghargaan bagi narapidana untuk selalu berintegritas, berkelakuan baik, dan tidak melakukan pelanggaran.
“Kami harap pemberian remisi dapat memotivasi narapidana untuk mencapai penyadaran diri yang tercermin dari sikap dan perilaku sehari-hari,” imbuhnya.
Menurutnya, pemberian RK Waisak Tahun 2021 berhasil menghemat anggaran makan narapidana sebanyak Rp. 633.165.000 dengan rincian Rp. 624.495.000 dari 1.066 narapidana penerima RK I dan Rp. 8.670.000 dari 12 narapidana penerima RK II.
Reynhard Silitonga mengungkapkan, tahun ini, napi terbanyak mendapat RK Waisak berasal dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Sumatera Utara (Sumut) sebanyak 221 orang, Kanwil Kemenkumham Banten sebesar 153 orang, dan Kanwil Kemenkumham Kalimantan Barat (Kalbar) berjumlah 140 orang.
“Pemberian remisi bukan sekadar reward kepada narapidana yang berkelakuan baik serta memenuhi persyaratan administratif dan substantif. Fakta yang tak kalah penting adalah anggaran negara yang di hemat dengan berkurangnya masa pidana narapidana,” terangnya.
Reynhard Silitonga menambahkan, pemberian remisi atau pengurangan masa pidana diberikan kepada narapidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3614.
“Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak WBP. Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3846, perubahan pertama : Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006, perubahan kedua : Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, serta Keputusan Presiden No. 174 /1999 tentang Remisi,” katanya.(*).